Ternate – Lembaga Suvey Indikator merilis hasil survey pilkada Maluku Utara.Namun hasil survey yang menempatkan Sherly-Sarbin, paslon nomor urur 4 itu dipertanyakan keakuratanya.
Entah punya temali atau tidak, Alwy Tamimi mengungkapkan hanya ada 3 lembaga survei terpercaya di Indonesia yakni LSI Deny JA, SRMC, dan IRC.Lembaga Survey Indikator tidak masuk kategori itu.
“Hanya ada 4 lembaga survey dipercaya di Indonesia yakni LSI nya Denny JA, Suiful Mujani, SMRC dan IRC”tulis jurnalis seniir nasional ini di kolom kementarnya di WAG Pers Malut.
Kejanggalan paling kentara yang disoal publik adalah jumlah akumukatif prosentase hasil survey yang melebihi 100% yakni 100,1%.
Sementara pihak Indikator melalui Derekturnya Burhanuddin Muhtadi membantah bahwa adanya kelebihan prosentase lebih pada kelemahan komputer menampilkan bilangan riil.
Alih-alih, Publik Maluku Utara diminta tidak tertipu dengan hasil survei yang dirilis lembaga survei Indikator Politik Indonesia yang menyebutkan elektabilitas pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara nomor urut 4, Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe mencapai 40,7 persen.
Hal ini lantaran hasil survei yang dirilis melebihi angka 100 persen dari total persentasi suara yang diraih empat pasangan calon, ditambah 12, 8 persen suara yang mengaku tidak tahu/rahasia.
Hasilnya, Sherly Tjoanda Laos-Sarbin Sehe unggul dengan 40,7% dan disusul Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid Ichsan 20,7%. Kemudian Muhammad Kasuba-Basri Salama 15,5%; dan Aliong Mus-Sahril Thahir 10,4%. = 87,3%.
Jika total suara tersebut ditambah 12,8 persen suara pemilih yang mengaku tidak tahu/rahasia, maka jumlah keseluruhannya bukan 100 persen melainkan 100,1 persen.
“Jika hasil survei ini benar dan kredibel, maka angkanya mesti 100, bukan malah 100,1. Jadi kami minta rakyat Maluku Utara jangan mau ditipu oleh lembaga survei prabayar seperti ini,” ujar juru bicara tim hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara Nomor Urut 3, Muhammad Kasuba-Basri Salama (MK-BISA) Hastomo Tawari, Senin (11/11/2024).Hastomo juga meminta Bawaslu dan KPU agar menindak lembaga survei Indikator Politik Indonesia karena diduga telah melakukan manipulasi dan membohongi publik Maluku Utara.
“KPU dan Bawaslu harus berani menegakkan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022, khususnya terkait pelaksanaan survei atau jajak pendapat oleh lembaga survei selama pilkada,” tukasnya.
Hastomo menjelaskan, dalam PKPU tersebut diatur bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) berwenang untuk memberi sanksi kepada lembaga survei yang terbukti melakukan pelanggaran etik setelah dilakukan penilaian terlebih dahulu.
“KPU dapat memberikan sanksi berupa peringatan atau mencabut sertifikat terdaftar sebagai lembaga survei dalam penyelenggaraan pemilu atau pilkada,” ujarnya.
Menurut dia, hasil survei memang menggambarkan kecenderungan pilihan pemilih pada saat periode survei dilakukan. Selain itu, hasil survei juga bukan hasil akhir dari suatu pemilihan kepala daerah.
“Perbedaan hasil survei bisa saja terjadi sepanjang survei dilakukan sesuai kaidah ilmiah, seperti pengambilan sampel merepresentasikan jumlah dan karakteristik populasi dan pertanyaan survei tidak menggiring ke arah kandidat tertentu, serta mempublikasikan margin kesalahan (margin of error).
Namun apa yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia menurut Hastomo, patut diduga merupakan upaya untuk menggiring pemilih ke arah kandidat nomor 4 dengan cara merilis data yang diduga palsu berdasrkan sejumlah indikator yang dipakai. Apalagi jumlah keseluruhannya bukan 100 persen melainkan 100,1 persen.
Hastomo kembali menegaskan bahwa, lembaga survei juga harus mengikuti PKPU Nomor 9 Tahun 2022, terutama Pasal 20 ayat (3).
“Pasal tersebut telah tegas mengatur bahwa lembaga survei perlu menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada KPU. Laporan dimaksud mencakup, di antaranya informasi mengenai status badan hukum, sumber dana, metodologi yang digunakan, hingga hasil surveinya,” pungkas pengacara muda Maluku Utara ini.
Sementara pihak Indikator melalui Burhanudin Muhtadi dilansir dari media meluruskan bahwa muncul kelebihan angka lebih dari 100% disebabkan kelemahan komputer membulatkan angka.
“Namanya efek pembulatan, bukan salah hitung, yang paham excel pasti paham.Ini terjadi keterbatasan komputer dalam menampilkan bilangan riil”kata Burhanuddin Muhtadi menjawab pertanyaan Gelora News via Twitter@BurhanuddinMuhtadi.(***)