Anwar Husen : Kolomnis/ Tinggal di Tidore
Kamis malam [12/12] lalu, ada yang menarik di jagat politik Indonesia. Tapi sebetulnya bukan juga hal baru. Yang membuatnya jadi “baru”, karena wacana itu dihembuskan dari mulut kepala negara, Presiden Prabowo Subianto dan di depan banyak elit partai dalam acara sebuah partai politik besar, HUT Partai Golkar ke 60 di Sentul, Bogor.
Beliau mengakui sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia terlalu mahal. Ada puluhan triliun uang yang keluar hanya dalam waktu 1-2 hari saat Pilkada. Berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing.
Sang presiden lalu membandingkannya dengan sistem di beberapa negara tetangga lain seperti Malaysia, Singapura, dan India, yang lebih efisien dibanding Indonesia.
Dalam pidatonya malam itu, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dengan lantang menyampaikan agar sistem politik kita perlu dikaji ulang dan meminta restu kepada Presiden Prabowo agar Golkar yang memulai membangun kajian itu, dan langsung direspon Presiden dalam pidatonya. Mungkin maksudnya menunjuk fakta pemilihan kepala daerah secara langsung yang baru saja dilaksanakan.
Gayung bersambut, kata berjawab. Mantan Menkopolhukam dan pakar hukum tata negara Mahfud MD sebagaimana dilansir CNN Indonesia pada Jumat [12/12] di Bantul, DIY, melihatnya sebagai sesuatu yang positif dalam rangka evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Dia berujar bahwa di era kepresidenan Susilo Bambang Yudoyono [SBY] akhir September 2014 silam, pernah di sahkan Undang-Undang No 22 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD. Akan tetapi, hanya dalam hitungan hari atau pada awal Oktober tahun itu juga, SBY memilih menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang [Perpu] untuk tetap mempertahankan Pilkada secara langsung karena pertimbangan politik yang panas ketika itu. Mahfud menilai bahwa Pilkada langsung itu mahal dan jorok.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas berpandangan mirip seperti di lansir CNN Indonesia di istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat [13/12]. Andi berpendapat bahwa pemilihan kepala daerah di undang-undang dasar maupun undang-undang itu diksinya adalah dipilih secara demokratis. Dan itu tidak berarti semuanya Pilkada langsung.