Oleh : M. Guntur Alting/Pengajar Filsafat UMJ Jakarta
Sebelumnya, mari kita haturkan “Selamat” atas pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur baru periode 2025-2030. Besar harapan rakyat Maluku Utara, keduanya dapat melanjutkan hal yang baik dari dua kepemimpinan sebelumnya, dan memperbaiki yang kurang. Semoga Maluku Utara BANGKIT sebagaimana ‘tagline’ pasangan ini.
Kompetisi merebut posisi Malut-1 berlangsung sengit . Kontestasi melibatkan isu primordial, etnis, agama, dikotomi putra/putri daerah (non-daerah) yang menguras emosi bukan hanya para voters, tetapi juga warga Maluku Utara yang domisi di luar. Juga karena exposure pemberitaan masif oleh media, baik lokal maupun nasional dengan tragedi Spead Boat Bella-72.
Sejak awal, kita telah menyaksikan debat panas bergulat ‘dialektika’ antara paslon Gubernur yang satu dengan lainnya. Bagaimana cara mereka menjawab pertanyaan, hingga cara menyikapi sebuah tekanan dari adu argumentasi. Dan kini tiba saatnya Gubernur baru dilantik.
Selanjutnya, menjadi tugas keduanya (Sherly-Sarbin) untuk menyatukan seluruh komponen masyarakat Maluku Utara, agar kembali kompak guna membangun propinsi yang dengan wilayah pulau yang membentang luas, yang sekaligus sarat dengan berbagai masalah yang mengiringinya.
Banyak problem yang membutuhkan kerja bersama, seperti kesenjangan sosial, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lainnya. Gubernur dan jajaran pemerintahannya tidak akan dapat menyelesaikannya sendirian. Semua komponen dapat diajak bahu-membahu menyelesaikan masalah sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Inilah spirit dari BANGKIT BERSAMA.
—0000—
Pemimpin terpilih adalah pemimpin untuk semua golongan, bukan sekadar pemimpin dari partai-partai pengusungnya, atau tim sukses dan pemilih yang mendukungnya. Pertarungan pada masa kampanye sudah usai. Kini tugas Gubernur dan Wakilnya adalah melaksanakan janji-janji yang diucapkan semasa kampanye.Usai dilantik Kamis 20 Februari 2025 hari ini, kini publik berkewajiban mengontrol kinerja gubernur terpilih. Mekanisme formal dalam demokrasi adalah eksekutif dikontrol oleh legislatif, tetapi kini publik juga memiliki mekanisme kontrol pada pemimpinya jauh lebih KUAT dari era sebelumnya.
Media sosial telah menjadi sarana untuk menyampaikan sikap masyarakat terhadap sebuah isu atau kebijakan. Keberadaan media sosial bagai ‘Pisau Bermata Dua’, yang harus dikelola dengan hati-hati. Awalnya, medsos dipuja-puji berkontribusi mengembangkan demokrasi, tapi akhirnya terjadi banyak penyalahgunaan untuk melemparkan hoaks dan adu domba yang destruktif.
Pemerintahan Sherly-Sarbin akan rawan menimbulkan KEGADUHAN, jika tidak mampu mengelola isu dengan baik. Gubernur sebaiknya fokus pada program-program yang sudah dicanangkan. Janji-janji kampanye punya jejak digital, yang tak akan dilupakan, terutama pendukung 3 kandidat lainnya. Keberhasilan sesungguhnya dari seorang pemimpin adalah mewujudkan programnya. Rakyat sudah sering jadi korban oleh janji para politisi. Apa yang diucapkan semasa kampanye dan ketika sudah berkuasa BERKEBALIKAN 180 derajat.