MEDIA RAKYt24.Com—Ternate||Kontestasi Pilkada serentak secara langsung di Maluku utara mengundang perhatian luas masyarakat Maluku utara.Selain rekam jejak para kandidat calon Gubernur-Wakil Gubernur, pola pendekatan konsolidasi pemenangan juga mendapat perhatian serius masyarakat.
Warga Malut berharap agar kandidat-kandidat calon Gubernur mengedepankan visi dan politik program ketimbang mengeksploitasi politik identitas suku dan agama.Sebab pola dan strategi seperti itu dinilai bakal membuat pemerintahan Malut yang tidak adil, sarat KKN dan tidak mendidik masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas.
H.Ahmad Hidayat Mus, Aliong Mus, H.Muhammad Kasuba, Benny Laos, H.Husain Sjah dan Taufik Madjid adalah kandidat -kandidat calon Gubernur malut yang sangat diharapkan tampil visioner dengan mengedepankan politik program di Pilkada Maluku utara ketimbang mengedepankan politik identitas agama dan kesukuan.
Pandangan itu dikemukakan Abdul Latif, Abner dan Samsul yang ditemui media ini.
“Hindari politik identitas apalagi sampai mengeksploitasi isu kesukuan dan simbol agama tertentu”tegas Abdul Latif.
Menurut mereka, masyarakat Malut telah mengalami perkembangan sebagai pemilih yang cerdas dan demokratis sehingga para kandidat tidak harus melakukan strategi pendekatan dengan politik berkedok bantuan rumah ibadah, politik primordial suku dan agama.
“Masyarakat malut kian sadar sebagai pemilih cerdas jangan lagi para kandidat membumkan rakyat dengan politik berkedok bantuan rumah ibadah dan eksploitasi isu suku serta simbol-simbol agama”tandas Samsul.
Munculnya APK berupa baliho kandidat yang dinilai mengeksploitasi simbol agama yang tak sesuai dengan identitas kandidat menjadi perhatian warga.Dikhawatirkan pola dan strategi seperti itu memicu perdebatan sensifitas primordial keagamaan yang tajam.
“Tidak perlu lah hanya berniat menarik simpati pemilih agama lain dengan memunculkan atau mengeksploitasi simbol-simbol agama, Pilkada bukanya berdebat gagasan tetapi muncul perdebatan isu-isu yang sensitif”tukasnya.
Warga Malut yang mayoritas muslim dinilainya telah berpikir demokratis sehingga cara-cara pendekatan eksploitasi simbol agama sudah tidak perlu dilakukan.Selain dinilai sensitif membangkitkan sentimen identitas juga tidak produktif untuk pemerintah daerah yang profesional.
“Warga malut sudah demokratis, kalaupun iya ya gunakan identitas agama masing-masing tetapi tidak perlu strategi semacam itu karena politik identitas tetap membodohi rakyat”jelas dia.
“Buktinya di kabupaten Sula, Hendrata Teis yang non muslim tanpa menggunakan simbol agama mayoritas tetapi bisa terpilih ditengah pemilih sula yang 99,9% muslim”alibi dia.
”Eranya politik program”tukasnya.
Demikian para kandidat dimintai tidak menggiring politik identitas kesukuaan.
“Kedepankan politik program saja, karena yang kita pilih adalah Gubernur sebagai Kepala daerah dan kepala pemerintahan yang memimpin seluruh suku di Maluku utara bukan kepala suku yang nantinya memimpin suku tertentu”tandasnya.
”Cobalah kandidat-kandidat bisa bersaing dengan tawaran gagasan politik program bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat, bagaimana rakyat miskin bisa mengakses pendidikan berkualitas setara dengan rakyat yang mampu, bagaimana rakyat miskin bisa mengakses layanan kesehatan yang berkualitas setara dengan rakyat yang mampu, pembangunan SDM malut yang berkualitas dan mandiri yang berkarakter moral, kinerja dan kolaboratif serta pembangunan infrastruktur guna membuka keterisolasian antar daerah”saran Abner.
Mereka sepakat politik identitas sudah waktunya diakhiri dan olehnya semua komponen membangun iklim politik program di Pilkada Malut.Sebab politik identitas dipercaya potensial membangun pemerintah daerah malut yang tidak adil dan sarat KKN.
“Seluruh komponen dan terutama pak AHM, Pak Aliong, Pak MK, Pak Husain Sjah, pak Benny Laos dan pak Taufik Madjid mari bersatu membangun politik program dan mengahiri politik identitas yang hanya memproduk kebijakan yang tidak adil dan sarat KKN”pungkas nya(***)