–000–
Setelah kurang lebih 1 jam menunggu, akhirnya panggilan pada penumpang terdengar. Saat boarding pun tiba. Hanya beberapa menit kemudian kami sudah berada di depan petugas, karena jarak tempat duduk kami dekat dengan pintu boarding. Setelah pemeriksaan oleh petugas, kami pun menuju peswat melalui garbarata.
Tidak butuh antrian panjang, kami pun tiba di seat tempat duduk kami. Dengan bantuan khalisa, 4 deretan kursi ditempati kami. Urutanyan Pak tomas, Ibu Irma, Dina dan Penulis. Berbeda dengan saat penerbangan Jakarta-Jeddah, walaupun masih 1 deretan, tapi terpisah seat.
Suasana dalam pesawat tertib, hampir semuanya adalah orang turkey, yang baru pulang menyelesaikan umroh, terdapat beberapa penumpang dari Indonesia juga yang akan melalukan tour ke Istambul.
Tiba-tiba ada insiden kecil di deretan kursi sisi kanan kami, seorang penumpang dari Indonesia terlibat bertengkar dengan seorang penumpang yang menempati seatnya. lelaki turki yang sudah separu bayah, seatnya terpisah dengan istrinya, Ia menduduki seat berdampingan dengan istrinya, yang sebenarnya punya orang lain, sekalipun pramugari sudah memberi pengertian, tapi tetap tak bergeming.
Saya baru mengerti, lelaki Indonesia itu, hanya meminta untuk diperlihatkan boarding pasnya, agar Ia bisa menempati sebagai penggantinya. Setelah di bujuk oleh pramugari, sang penunampang turkey itu, akhirnya memperlihatkan potongan boarding pas yang menunjukan nomor seatnya.
-000-
Tepat pukul o6.45, “burung besi” ini pun perlahan-lahan bergerak (take of). Penerbangan Medinah-Istambul menempuh waktu 3 jam. “ini seperti penerbangan Jakrata-Ternate” bisik saya pada Dina.
Turkish Airline, adalah jenis pesawat berukuran sedang. Walaupun kategori penerbangannya Intrenasional antara negara, tapi waktu tempuh Madinah- Istambul hanya 3 jam. Maka pesawatnya setara dengan pesawat penerbangan domestik. Soal fasilitas dan profile pesawat Turkish Airlines, akan ditulis pada bagian tersendiri.
Setelah pesawat terbang stabil. Saya ingin mengisi waktu dengan menulis repotase perjalanan, tapi ternyata tak fokus. Fisik terasa lelah, ada permintaan tubuh untuk distirahatkan, setelah terbangun dini hari (02.00) untuk persiapan ceck out hotel di Madinah. Saya pun tertidur lelap.
“Yang.. yang..bangun yang. Mau minum apa? Ini saatnya sarapan”. Tiba-tiba terdengar bisikan suara itu. Dina bangunkan penulis karena pramugari membagi-bagi makanan dan minuman”. Saya meminta juice jeruk, Sementara yang disuguhkan adalah roti, selei dan satu lagi sejenis omlet (tapi bukan omlet).
Salah satu problem menggunakan maskapai penerbangan asing adalah soal makanan, yang seringkali tidak “familiar” dilidah orang Indonesia. Ini yang kami alami dalam penerbangan ini, cita rasa makanan yang disuguhkan terasa “aneh dan tak familiar di lidah”. Namun tetap disyukuri, karena salah satu manfaat dari wisata adalah disamping mengenali budaya, tapi juga mengenali kuliner dan jenis makanannya.
Ada insedin kecil, yang jarang terjadi. Saat makan, Jaket Dina kena tumpahan orange juice, akibat gelas minumnya keserempet tangan penulis. Ada sedikit ekspresi kemarahan “ Ayah gimana sih, hati-hati dong”?, Iya maaf, maaf” kata saya (he.. he..). Usai santap makanan, penulis kembali melanjutkan tidur.
Saya baru terbangun, menjelang 40 menit pesawat mendarat. Ada yang terasa ,tiba-tiba gendang telinga terasa sakit, pendengaran terganggu. Sepertinya ada tekanan udara di kabin pesawat yang tak normal, saya melirik ke penumpang sebelah, Ia juga mengalami hal yang sama. Ia memegang telingannya, hal yang sama juga oleh seorang penumpang perempuan, terlihat meringis sambil menutup telinga.
–000–