Wednesday, 4 December 2024

Mata-Kata : Menuju Malut Kuat  2024( Esai Pengantar untuk Seorang MK)

-

Muhammad Guntur Alting/The MAHARANI Institute Jakarta

Tuhan, Terimakasih atas pemahaman ini, bahwa yang saya tahu tidak semua benar, dan yang benar tidak semua saya tahu”(Gede Prama).

—————————

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   Esai ini hadir dari sebuah pergulatan. Ibarat layangan putus yang berayun ke arah teriakan 3 pasang tangan yang saling beradu. Tangan idealis yang (kekar) hampir meraihnya. Tangan pemuja penuh (gairah) mengejarnya. Sementara tangan (kerinduan) menerobos diantara mereka, lalu mengaku memenangkannya.

Esai ini pantasnya tergeletak di gelap malam, di mana sinar ‘purnama’ menjadi pemungut setia dari waktu ke waktu.Tulisan ini hanyalah ‘semilir angin’ bagi GUNUNG KOKOH bernama MK (Muhammad Kasuba), mungkin itu  (terlalu lebe). Tulisan ini hanyalah ‘bunga rumput’  bagi TAMAN MAWAR bagi sosok yang bernama MK.

Esai ini menghimpun banyak kata, puluhan, ratusan, hingga ribuan kata. Ditulis  untuk menaruh MATA pada tiap KATA. Ada bagian yang bertutur lewat kata yang diberi RASA. Ada juga yang “melukis” MK dengan rasa yang dijadikan deretan kata. Dan beberapa bagian lainnya mungkin tanpa rasa, hanya kata, tapi tetap BERMATA.

—- 000 —-                                                                                      

Melalui sambungan telepon seluler  seorang kawan (lama)sesama pengajar di sebuah kampus di Ternate bertanya”mengapa harus menulis tentang MK ?”. Dengan ‘basedu’saya jawab spontan “karena kami memiliki 3 kesamaam, sama-sama MUHAMMAD, sama-sama DOKTOR (he..he), dan sama-sama punya TRAH KULTURAL (Dr.MuhammadKASUBA & Dr. Muhammad Guntur ALTING”), Ia pun terkekeh beraroma ‘mengejek’ di ujung telfon “ ah itu namanya ilmu COCOKLOGI alias mencocok- cocokan”.

Aku pun tidak mau kalah, lalu bertanya balik “mengapa jenis pertanyaan itu yang kau pilih untuk-ku ?”, Tulisan ituberlebihan untuk seorang MK”, jawabnya ketus. “Apakah kau tahu siapa dia sebenarnya, kau tahu bagaimana dia?, kau baru saja mengenal-nya, itu pun dalam momentum politik”. Aku tidak tahu seperti apa sorotan matanya jika berhadapan lansung dengannya. 

Sesaat Aku merenung, kemudian menegaskan “ Esai ini memang harus BERLEBIHAN, untuk mempersilahkan pandangan dari banyak pendapat orang tentang ‘kekurangan’seorang MK. Tapi, sisi lain, tulisan ini juga mestinya KEKURANGAN, untuk memberi ruang bagi banyak pendapat orang tentang ‘kelebihan’ seorang MK. Dan sepertinya kau telah menjelaskan berada dimana kau berposisi”. Silahkan saja, ini alam demokrasi,”, Kataku.

Ia pun terdiam sejenak. Hmm…Aku pun lanjutkan ”Aku cuma mulai membenarkan satu hal, bahwa dekat ternyata belum tentu paham, dan yang jauh boleh jadi lebih paham”. Ia pun merespon dengan suara yang agak meninggi. “Jangan pernah benarkan itu untuk seorang MK ”, cegahnya. 

Tidak kataku, “Aku benarkan ini bukan untuknya, tapi untuk-mu dan untuk-ku”. Dalam tulisan esai ini MKsebenarnya tak pernah ada, karena Ia sama sekali tak pernah meminta untuk ada di sana (tulisan ini). Tulisan ini bersih,putih tanpa satu pun kata, jika kau tidak mau melihatnya bukan pada apa yang telah tertulis. Kau isilah halaman putih itu dengan apa yang yang kau rasa, yang pantas tentang seorang MK”.

             ” Maksudmu apa?” selanya.

 Aku pun melanjutkan “ kita tengah ditulis oleh seseorang atau kumpulan orang yang hidup di sekitar kita, sekarang atau di masa yang akan datang, lewat apa yang telah dan akan kita perbuat. Dan kau tahu, banyak yang membaca tulisan itu, meski tak pernah ada kata yang tersusun dalam sebuah buku tentang kau juga aku. Kau tahu kenapa?”.

Kenapa?, “karena aku adalah kau, mereka adalah kita, kau adalah MK, MK adalah aku juga mereka. Dan ketika MKberada dalam tulisan, sebenarnya kau yang ada di situ, juga aku, mereka, semuanya. Terserah mau membaca dari mana dan dengan perasaan macam apa. Jiwa, itulah isi dari tulisan ini yang menyamakan kita. Tanpa KATA tapi terbaca oleh RASA”. 

              —-000 —

MK sebagai sosok ‘multinilai’ dimana tiap-tiap orang punya cara tersendiri dengan latar pengalaman yang berbeda-beda mengungkapkan mata pena dan mata lidahnya, namun tetap lewat MATA HATI. Dan kalau sudah dengan mata hati, akan MATA RASA. Mata rasa yang akan membuat setiap tulisan lahir dari untaian kata yang memiliki mata. Dan mataku adalah mata hati, yang memunculkan mata rasa, hingga setiap tulisan lahir dariku kata yang bermata, MATA KATA.

Tentu sebagai mantan Bupati 10 tahun, MK yang berbasis kultur intelektualisme yang mampu mensinergikan konsep pemerintahan yang berbasis kerakyatan dengan pemahaman  keislaman yang melimpah, ditopang dengan ‘caracterbuilding yang dimilikninya, mampu membawa Maluku Utara yang majemuk dan berperadaban di atas fondasi demokrasi.

Tetapi yang pasti, begitulah dunia politik, pemerintahan dan birokrasi, terkadang ada yang senang dan ada yang tidak.Namun figuritas serta kharismatik yang ada pada diri MK, telah teruji bahwa kepemimpinannya telah mengakomodasi semua segmentasi kehidupan, baik dalam aktivitas ekonomi,politik, sosial budaya, agama, pendidikan dan lain sebagainya.

Memadukan antara politisi, cendikiawan, pendidik plusagamawan, tentu bagi kita adalah sesuatu yang tidak mudahuntuk dipadukan dalam suatu kesatuan yang utuh. Namun oleh MK  bukanlah perkara yang sulit sebab labelingdemikian telah melekat pada diri seorang MK yang memang berbasis intelektualisme-keagamaan yang mapan dan juga seorang IDEOLOG, sekedar meminjam istilah sahabat saya Usman Sergie sang jurnalis senior.

Dalam berbagai jejak digital, saya mengamati MK sering tampil sangat tenang, bahasanya tertata, runut dan pemikirannya yang solid dan sistematis serta sangat menguasai masalah, artinya tingkat intektualisme  seseorang  dapat dilihat sekalaigus ditakar. MK memiliki itu. Sehingga tidak heran kalau kemudian sosok figuritasnya sangat menonjol dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya.

Akhirnya dibalik dari tanggapan sumir dari beberapa kolega, tulisan yang berseri ini nanti akan tetap di publish. Jangan tanya kenapa (?). Sebab seperti yang saya paparkan di paragraf kedua,   “….Essai ini pantasnya tergeletak di gelap malam, dimana sinar purnama menjadi pemungut setia dari waktu ke waktu”                                                                                                                                 

‘Tahukah Anda maksudnya ?

“ Jika kau melihatku dan aku berusaha menjadi orang baik, kau melihat dirimu sendiri”, Kata sang pemimpin Tibet Dalai Lama, seakan memberi jawaban seribu kemungkinan jawaban.***

——————

Note : Esay ini  berseri….

Referensi : Basnang Said dkk. 2005. Menyonsong Badai.Makassar : IPM Sul-Sel & Hasanuddin University Press.