By.M.Guntur Alting: The Maharani Institue Jakarta
TAHAPAN Pilgub Malut 2024 belum usai, namun “jagat maya” Maluku Utara dikejutkan dengan kampanye hitam yang mengarah pada “character assassination” pada salah satu Cagub (MK), dan ajakan mendukung paslon tertentu yang dilakukan oleh Kandepag Halut melalui video(berdurasi 7 menit, 11 detik).
Setidaknya inilah video kedua, dalam pengetahuan saya melalui jejak digital, yang kembali melibatkan “oknum”pejabat kementrian agama, setelah sebelumnya terjadi di (Morotai) dengan kejadian yang mirip, yakni berisi ajakan memilih pasangan (calon Bupati tetentu) yang tidak tanggung-tanggung diduga melibatkan pucuk tertinggi di KANWIL Kemenag Maluku Utara.
Cukup banyak tanggapan dari berbagai pihak, yang mendesak bawaslu segera mengusut keterlibatan sang pejabat di jajaran Kemenag tersebut, yang sesungguhnya telah melanggar asas“kepatutan” sebagai seorang pejabat.
Saya menduga sang “oknum Kandep” tersebut berpikir bahwa yang hadir, karena semuanya adalah bawahannya baik(pegawai maupun guru) dalam lingkup kemenag, sehingga merasa aman, Ia tak menduga jika diantara yang hadir ada punya pilihan politik yang “berbeda” sehingga merekamnya sebagai bukti.
Ini menunjukan relasi kuasa antara kandidat dengan pejabat birokrasi, adalah potensi kerawanan yang menjadikan ASN bisa “terbawa-bawa” ke ranah politik praktis. Relasi yang paternalistik dengan pejabat politik berada di posisi lebih superior adalah salah satu sumber utama ketidaknetralanbirokrasi.
Alhasil, independensi birokrasi kerap diperhadapkan dengan upaya kontrol oleh pejabat politik. Idealnya, para pejabat politik bisa menghormati kompetensi dan komitmen para ASN yang menjalankan mesin birokrasi. Pun sebaliknya, para birokrat berkewajiban untuk merawat komitmennya menjaga akuntabilitas dan responsibilitasnya.