Anwar Husen : Kolomnis/ Tinggal di Tidore.
Pagi kemarin, saat mendapati tetangga yang sedang menjemur buah cengkih, karena memang sedang musimnya, kami iseng mengobrol. Saat ditanya bagaimana dengan cengkih milik orang tua kami dikampung sebelah, saya menjawab bahwa buahnya dijual saja karena ada berbagai alasan. Termasuk alasan yang paling pokok bahwa sumber daya yang tersedia, sepertinya belum bisa mengelolanya sendiri. Meski teman-teman dikampung tadi mengklaim bahwa kita rugi kalau menjual buahnya dipohon ketimbang mengelolanya sendiri. Dia mengiayakan tanda setuju dengan alasan saya sembari memberi alasan yang mirip di kampung orang tuanya. Saya mengakhiri percakapan singkat ini dengan sedikit canda bahwa kita memang tak bisa berharap mendapatkan untung dalam segala situasi. Dia menyambungnya, tidak bisa di dalam otak kita yang terbayang hanya untung terus. Kami menyudahi percakapan ini dengan sedikit senyum, senyum yang penuh makna.
Masih dimusim cengkih kali ini, yang beberapa lama, musim panennya ditandai musim penghujan. Ada karib yang berkomentar bahwa setiap datang panen cengkih selalu ada hujan. Merepotkan proses pengeringan. Seorang tua menyela, kita bersyukur telah diberi rejeki ini. Jangan banyak mengeluh.
Dikisah lain, seorang karib bertutur tentang kondisi keluarganya. Dia harus memilih untuk “mengorbankan” karirnya di sebuah pemerintahan daerah yang masih terbuka prospeknya karena harus “siaga satu” mengurusi sang isterinya yang sedang sakit dan rawan kambuhan. Dia harus dengan sangat terpaksa memilih satu diantara dua pilihan yang sama-sama berat.
Memang, sedikit banyak dalam kehidupan sosial, kita kadang merasa “terganggu” oleh mentalitas dan prilaku mau mendapatkan untung dalam segala situasi. Baik itu dalam skala kecil bahkan hingga dilevel yang lebih besar dan menentukan. Dilingkungan pergaulan kita berteman dan bertetangga hingga dipergaulan antar kelompok kepentingan yang lebih besar dilevel negara.
“Untung” disini, dipersepsikan sebagai penguasaan sumber daya secara tidak semestinya, melanggar norma kepantasan hingga norma hukum yang berlaku.