“MK sebagai sosok ‘multinilai’ dimana tiap-tiap orang punya cara tersendiri dengan latar pengalaman yang berbeda-beda mengungkapkan mata pena dan mata lidahnya, namun tetap lewat MATA HATI. Dan kalau sudah dengan mata hati, akan MATA RASA. Mata rasa yang akan membuat setiap tulisan lahir dari untaian kata yang memiliki mata. Dan mataku adalah mata hati, yang memunculkan mata rasa, hingga setiap tulisan lahir dariku kata yang bermata, MATA KATA.
Tentu sebagai mantan Bupati 10 tahun, MK yang berbasis kultur intelektualisme yang mampu mensinergikan konsep pemerintahan yang berbasis kerakyatan dengan pemahaman keislaman yang melimpah, ditopang dengan ‘caracter building’ yang dimilikninya, mampu membawa Maluku Utara yang majemuk dan berperadaban di atas fondasi demokrasi.
Tetapi yang pasti, begitulah dunia politik, pemerintahan dan birokrasi, terkadang ada yang senang dan ada yang tidak.Namun figuritas serta kharismatik yang ada pada diri MK, telah teruji bahwa kepemimpinannya telah mengakomodasi semua segmentasi kehidupan, baik dalam aktivitas ekonomi,politik, sosial budaya, agama, pendidikan dan lain sebagainya.
Memadukan antara politisi, cendikiawan, pendidik plus agamawan, tentu bagi kita adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dipadukan dalam suatu kesatuan yang utuh. Namun oleh MK bukanlah perkara yang sulit sebab “labeling”demikian telah melekat pada diri seorang MK yang memang berbasis intelektualisme–keagamaan yang mapan dan juga seorang IDEOLOG, sekedar meminjam istilah sahabat saya Usman Sergie sang jurnalis senior.
Dalam berbagai jejak digital, saya mengamati MK sering tampil sangat tenang, bahasanya tertata, runut dan pemikirannya yang solid dan sistematis serta sangat menguasai masalah, artinya tingkat intektualisme seseorang dapat dilihat sekaligus ditakar. MK memiliki itu. Sehingga tidak heran kalau kemudian sosok figuritasnya sangat menonjol dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya.(***)