Dr. Abdul Aziz Hakim : Jika Terbukti Secara Hukum, akan ada Diskualifikasi.
TERNATE–Pemenang pilkada serentak di seluruh indonesia termasuk di Maluku Utara nampaknya belum bisa eforia.Pasalnya menurut pakar hukum tata negara, kemenangan yang telah ditetapkan KPUD masih berpotensi gugur karena hukum.Apalagi MK sendiri sebagai peradilan pilkada tingkat akhir telah menyatakan bukan lagi sebagai Mahkamah kalkulator alias hanya mengadili perkara sengketa hasil suara yang fojus pada raihan angka-angka suara semata.MK katanya bakal mengadili perkara pilkada yang bersifat dismisal atau melebihi 2-3% dan menyasar pelanggaran yang terbukti memenangkan paslon pemenang.
Akdemisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara yang juga salah satu kontestasi dalam Pilkada di Maluku Utara Dr. Abdul Aziz Hakim, SH., MH mengingatkan kembali bahwa proses atau tahapan Pilkada belum selesai sebelum Mahkamah Konstitusi RI memutus siapa yang menang dan kalah dalam kontestasi tahun ini. Menurut Aziz, bagi mereka yang meraih suara tertinggi belum ada jaminan pasti untuk memenangkan Pilkada dan sebaliknya mereka yang meraih suara rendah belum bisa diklaim kalah dalam pertarungan ujar Aziz yang merupakan Advokat Ganjar-Mahfud dalam sengketa Pilpres ini.
Sistem hukum pemilu atau Pilkada kita sangat memungkinkan peraih suara tertinggi bisa saja tidak memenangkan pertarungan jika terbukti oleh majelis hakim konstitusi melakukan pelanggaran berat seputar tahapan Pilkada. Doktor lulusan Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini memberikan contoh beberapa daerah seperti kab Boven Digoel, dan Yanimo di Papua serta Kab Sabu Raijua NTT, dan beberapa kabupaten lainnya terbukti Mahkamah mendiskualifikasi Paslon yang meraih suara tertinggi yang selisihnya jauh dari Paslon lain.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Maluku Utara juga menyatakan ada potensi besar dalam Pilkada 2024, Mahkamh Konstitusi RI akan memutus diskualifikasi atau pembatalan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil Pleno KPUD, jika ada pelanggaran yang sejenis seperti terjadi di beberapa daerah tersebut. Tradisi dan sistem hukum kepemiluan kita sangat menjamin adanya diskualifikasi karena sudah banyak putusan MK yang akan dijadikan jurisprudensi pada proses sidang kali ini ujar Sekretaris DPP APHTN-HAN.
Menurut Aziz, tentu kita sangat menghargai hasil pleno rekapitulasi KPUD karena itu merupakan proses hukum kepemiluan, akan tetapi hasil pleno ini merupakan hasil perolehan sementara jika ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi RI. Dalam konteks penegakan hukum kepemiluan kita sangat menghargai putusan KPUD soal hasil perolehan suara, tetapi hal ini masih bersifat sementara jika ada gugatan.
Aziz juga mengimbau kepada seluruh masyarakat terkhusus di Maluku Utara agar memahami benar sistem hukum kepemiluan kita agar tidak terjebak dengan informasi yang sesat terkait sistem hukum kepemiluan. Prinsipnya bahwa proses pilkada sudah memasuki babak akhir sehingga jika masih ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi kita sebagai warga negara yang baik harus taat hukum dengan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi RI untuk memutus siapa yang kalah dan menang dalam Pilkada ini serta apakah dalam putusan nanti akan ada Pemiungutan/perhitungan Suara Ulang. Mekanisme gugatan/permohonan ke Mahkamah Konstitusi RI merupakan ruang ideal bagi pencari keadilan demokrasi dan Konstitusi dan sebagai ikhtiar akhir yang diberikan oleh negara kepada warganya untuk menuntut pemilu yang jurdil dan berintegritas.