Tony Rosyid : Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Suatu saat, saya sedang makan malam dengan seorang pejabat. Mendadak dia bilang: “Pak Prabowo mau telp saya.”
Tidak lama kemudian telp berdering. Si kawan angkat telp. Ternyata benar, Prabowo yang telp. Presiden RI ke-8. Prabowo memberi pesan kepada kawan saya ini: “Jangan Korupsi”.
Dua hari kemudian, saya makan malam dengan kawan yang lain. Seorang pejabat juga. Pejabat sekelas menteri. Saat dilantik, Prabowo berpesan kepadanya: “Jangan Korupsi”. Dua kali di waktu yang berbeda Prabowo pesan kepadanya: “Jangan Korupsi”.
Ketika beberapa hari lalu (2/12) dalam sidang kabinet, Prabowo juga berpesan kepada semua menteri dan pejabat sekelas menteri: “Jangan Korupsi, kasihani rakyat”.
Paginya, saya mendapatkan video yang beredar dimana Menteri Agama, Prof. Dr. Masaruddin Umar di acara Integrity Festival menyampakan pesan di hadapan jajarannya: “korupsi membuat pondasi negara ini ambruk. Maka, hentikan segala praktek korupsi. Kanwil jangan lagi meminta amplop kepada kakandepag. Kakandepag jangan minta amplop kepada para ketua KUA. Itu praktek korupsi yang harus dihindari. Darah yang mengalir dari korupsi hanya bisa dicuci oleh api neraka”, kata Prof Nasaruddin, yang juga Rektor PTIQ terlama ini.
Dari fakta-fakta ini menunjukkan ada “good will” Prabowo untuk melakukan pemberantasan korupsi sebagai syarat membangun good governance. Untuk tujuan ini, Prabowo mengawalinya dengan meminta komitmen moral kepada para pejabat untuk tidak korupsi.
Langkah Prabowo ini layak diapresiasi. Satu tekat baik yang mesti didukung bersama. Namun, di sisi lain, pemberantasan korupsi tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan upaya penegakan hukum. Karena itu, dibutuhkan keterlibatan institusi hukum, mulai dari kepolisian, KPK, kejaksaan hingga kehakiman untuk membersamai tekat Prabowo dalam pemberantasan korupsi. Institusi-institusi hukum ini harus dijadikan tombak untuk memberantas korupsi.