By.Smith Alhadar : Penasihat Institute For Democracy Education
Situasi yang dihadapi Presiden Prabowo Subianto mengingatkan saya pada Sisyphus. Dalam mitologi Yunani, Sisyphus adalah raja yang harus menderita dalam hukuman abadi dengan mendorong batu besar ke atas bukit yang curam tanpa henti, hanya untuk menggelindingkannya ke bawah setiap kali dia mendekati puncak. Sisyphus punya makna metafora untuk menggambarkan tugas yang tidak ada akhirnya, atau tugas sia-sia tanpa hasil.
Sisyphus harus menderita karena dia memerintah dengan zalim. Saya hakulyakin Prabowo orang jujur dan punya niat tulus memajukan bangsanya dan memakmurkan rakyatnya. Tapi saya tidak percaya ia akan berhasil. Penyebabnya, ia menerima dan menjalankan kerangka berpikir koruptif Mulyono. Juga harus menerima orang-orang bermasalah dan tidak kompeten yang didesakkan Mulyono untuk diberi kursi di kabinet.
Mereka itu membawa agenda oligarki yang bersekongkol dengan Mulyono untuk menyelamatkan kepentingan sendiri. ​Bagaimana mungkin Prabowo bisa memberantas korupsi bila ia menerima begitu saja calon pemimpin dan calon anggota dewan pengawas KPK yang dipilih Mulyono menjelang habis masa tugasnya? Terlebih, para capim dan calon dewas itu diragukan integritasnya. Menurut keputusan MK dan UU KPK, yang berhak mengajukan nama-nama capim dan dewas KPK ke DPR untuk disetujui haruslah presiden baru.
Prabowo tak mau memanfaatkan kesempatannya untuk memilih sendiri panitia seleksi yang bebas dari unsur Mulyono yang, pada gilirannya, memilih capim dan dewas KPK yang kredibel untuk memberantas korupsi. Situasi ini meyakinkan publik bahwa mustahil Prabowo bisa memberantas korupsi. Juga memperlihatkan Prabowo masih di bawah pengaruh Mulyono. KPK dan Dewasnya memang harus di bawah kendali Mulyono agar KKN yang dilakukan putera-puteri, menantu, dan kroninya aman terkendali.
Prabowo pernah menegaskan akan mengejar koruptor sampai ke Antartika. Tapi bagaimana kita bisa yakin kalau menteri-menterinya yang terlibat isu tindak pidana korupsi tidak tersentuh? Yang dijadikan pesakitan justru Tom Lembong, tokoh yang dikenal jujur. Ini bukan atas perintah Prabowo. Tapi dengan membiarkannya menyadarkan kita bahwa ada negara di dalam negara. Tom Lembong adalah langkah awal Mulyono menggerogoti wibawa Prabowo. Ada wacana di publik bahwa pada saatnya Prabowo akan menyingkirkan loyalis Mulyono saat posisinya sudah kuat.