Pertama, Prabowo – yang sebelumnya memuji-muji, bahkan menegaskan Moeljono adalah guru politiknya – membiarkan kecaman dan olok-olok publik terhadap mentor dan keluarganya itu.
Kedua, ketika DPR dipaksa Moeljono merevisi keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada yang mendorong gemuruh rakyat turun ke jalan untuk memprotesnya, Prabowo menelpon Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri (musuh Moeljono) bahwa ia tidak mendukung aktivitas manipulatif DPR yang menciptakan instabilitas politik nasional dan mencederai fungsi MK.
Ketiga, Prabowo tidak mendukung kelanjutan pembangunan IKN. Itu terlihat dari APBN 2025 yang mengalokasi dana untuk IKN tak signifikan, hanya sekitar Rp 150 miliar yang menunjukkan anggaran itu hanya untuk membereskan infrastruktur yang belum selesai. Moeljono sendiri, pada akhirnya, mengakui bahwa Pembangunan IKN tidak mudah, perlu waktu lama untuk menyelesaikannya. Karena itu, ia menolak mengeluarkan Kepres yang memang akan problematik bagi Prabowo. Dengan demikian, kita bisa simpulkan Prabowo tidak menghendaki hal itu terjadi sehingga Moeljono harus mengalah.
Keempat, Gerindra menolak pembukaan kran ekspor pasir laut yang diinisiasi Moeljono demi membagi-bagi kue kepada oligarki. Ekspor pasir laut telah dihentikan sejak 20 tahun lalu menyusul protes masyarakat sipil karena merusak lingkungan. Secara bodoh Moeljono berdalih yang diekspor bukan pasir, melainkan sedimen meskipun itu pasir juga. Belakangan ini Moeljono memang sibuk mencari tambahan pendapatan – dengan melahirkan berbagai regulasi pajak yang menyasar rakyat kecil yang daya belinya terus menurun – demi membayar bunga utang saja yang membengkak tak terkendali.
Kelima, Prabowo akan bertermu Megawati dalam waktu dekat sebelum 20 Oktober untuk membicarakan pemerintahan mendatang. Prabowo menginginkan PDI-P bergabung kedalam pemerintahannya. Bisa dipastikan PDI-P akan memenuhi keinginan Prabowo. Dalam usia uzur (82 tahun) pada lima tahun ke depan, PDI-P perlu dana dan panggung untuk menjaga eksistensinya. Menjadi oposisi pada momentum ini tidak menguntungkan PDI-P. Pertemuan dengan Prabowo pasti membicarakan jumlah kursi kabinet dan portfolionya yang diinginkan Megawati. Ada spekulasi bahwa mereka juga akan membicarakan nasib Fufufafa. Konon Puan Maharani, puteri Megawati, akan dipromosikan menggantikan Fufufafa. Tentu saja Moeljono tak menghendaki fenomena ini, tapi ia tak berdaya untuk menghentikannya karena wibawanya telah ambyar.
Di luar itu, Prabowo pasti akan menarik jarak dengan Moeljono. Prabowo adalah orang yang punya pride. Ia mantan jenderal yang datang dari keluarga terpelajar. Kakeknya, Subianto, adalah pendiri Bank Indonesia. Ayahnya, Prof Soemitro Djojohadikoesomo, adalah arsitek ekonomi Orde Baru. Pengalaman panjang hidup di luar negeri sejak kanak-kanak membuat Prabowo menjadi sosok kosmopolitan dengan jaringan luas di dalam dan luar negeri. Kendati otodidak, dengan kemahirannya dalam bahasa Inggris, Prabowo belajar banyak mengenai ekonomi.
Dengan latar belakang itu, pada 20 Oktober 2024 nanti Prabowo akan kembali ke jati dirinya sebagai militer-intelektual yang bangga pada dirinya. Tapi identitas yang telah ia lepas sejak bergabung dengan rezim Moeljono akan bertahan bila ia tetap menjalankan politik asosiatif dengan Moeljono yang kini telah bermandikan nista. Maka masuk akal bila kita berasumsi Prabowo akan melenyapkan Moeljono bersama seluruh atributnya. Paling tidak ia akan membiarkan proses hukum terhadap Moeljono dan keluarganya berjalan apa adanya. Perlu diingat juga bahwa politik balas dendam telah membudaya di tubuh bangsa ini. Bahkan dalam suksesi raja-raja Jawa.
Tangsel, 25 September 2024