Gubernur Maluku utara devinitif ke 2 H.Ghani Kasuba tengah menjalani proses hukum sebagai terdakwa kasus gratifikasi, suap dan tersangka dugaanTindak Pidana Pencucian Uang.Orang yang pernah menjadi orang nomor satu di Provinsi Maluku utara selama nyaris 10 tahun ini didakwa JPU KPK menerima aliran dana gratifikasi, suap dan TPPU sebesar Rp.106 milyar rupiah.
Uang sebanyak itu menurut KPK diterima Gubernur AGK dari ASN dan pihak swasta melalui beberapa reqening beberapa ajudan dan stafnya.
Menurut UU No. 20 tahun 2001, penjelasan pasal 12b ayat (1), mantan Gubernur Malut itu diduga melakukan dugaan praktek gratifikasi, suap dan TPPU.
Gratifikasi menurut UU nomor 20 tahun 2021 ayat 1 adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Berdasarkan keterangan para saksi, aliran dana 106 M yang oleh KPK sebagai praktek gratifikasi, suap dan TPPU itu merupakan permintaan AGK kepada para pejabat di pemprov Malut dan beberapa pihak swasta guna memenuhi kebutuhan belanja tiket pesawat, biaya akomodasi hotel, bantuan berobat orang kurang mampu, bantuan biaya kuliah mahasiswa malut di jakarta dan lainya.Uang sebanyak itu kemudian ditransfer secara bertahap sejak tahun 2014 – november 2024 ke reqening beberapa ajudan dan staf mantan Gubernur AGK antara lain RI, ZK, DK, HL, FA, RT dan WT.
Berdasarkan data penyidikan dan dakwaan KPK, terdapat ratusan orang terlibat sebagai pemberi uang kepada AGK yang sebagian besar melalui reqening RI dan ZK secara bertahap sejak tahun 2014 dalam jumlah yang berfarasi.
Mereka para ajudan dan staf seperti RI menampung dana transferan dari puluhan orang yang terdata sebagai ASN/pejabat dan pihak swasta sampai puluhan milyar rupiah.ZK misalnya menampung dana transferan dari pihak pejabat dan swasta sampai 23 milyar rupiah lebih.Seluruh praktek itu oleh KPK dikatagorikan sebagai praktek gratifikasi dan suap.
Secara aturan, apapun dalihnya, jika benar permintaan AGK, harus kita terima bahwa permintaan Gubernur AGK melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Undang-undang ini menyatakan bahwa pemberian gratifikasi untuk pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara merupakan tindakan suap. Apalagi jika mempunyai kaitan dengan kedudukannya dan bertentangan dengan tugas atau kewajibannya.
Namun Patut kita pahami pula bahwa kasus yang menimpa AGK bukanlah kasus korupsi pada umumnya seperti yang kita kenal dalam bentuk korupsi anggaran proyek dan atau korupsi dana fiktif dan sebagainya sehingga menyebabkan proyek itu gagal dan berimplikasi pada kerugian langsung keuangan negara.Bahkan data menunjukan, paket-paket proyek baik APBN dan APBD yang dikelola pemprov Malut selama dipimpin terdakwa AGK selaku Gubernur Malut masih terhitung berjalan dengan baik.
Menurut persepsi publik dan termasuk JPU dan majelis hakim sendiri, apa yang terjadi pada terdakwa AGK adalah umumnya terjadi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.Fee proyek, pemberian uang untuk kebutuhan memdesak Gubernur dan atau kepala daerah atau umumnya pejabat sudah tradisinya.Hanya saja, kali ini Gubernur AGK istilahnya kena sialnya.
Seiring pula, seperti terungkap sebagai fakta persidangan, terjadi berbagai konspirasi dengan beragam modus operandi dibalik kasus yang menjerat Gubernur devinitf malut yang ke dua ini.Dana sebesar Rp.106 milyar yang oleh KPK ditujukan kepada AGK faktanya tidak sedikit yang dinikmati pihak lain secara melawan hukum.Seiring, permintaan dana Gubernur untuk biaya tiket dan akomodasi saat melakoni perjalanan dinas dikarenakan dana SPPD Gubernur AGK tak kujung cair.Pihak keluarga curiga ada dugaan konspirasi yang dibangun agar AGK harus mencari jalan lain dengan meminta uang ke pejabat-pejabatnya guna memenuhi kebutuhan perjalanan dinasnya, pada momentum itulah konon dimanfaatkan orang-orang dekatnya menggasak uang dari pejabat mengatasnamakan permintaan AGK.
Faktualnya, orang-orang dekat yang telah dipercaya bahkan dianggap sebagai anak oleh Gubernur AGK itu justru memanfaatkan kelemahan, kebaikan dan kedekatan dengan Gubernur itu berbalik menipu dan memeras Gubernur AGK dan para pejabat.
Terungkap sebagai fakta persidangan, ajudan WT bersama istri sirinya G menipu AGK dengan modus bantuan biaya berobat Cindi Claudia ke Singapura sebesar Rp.3,4 milyar.Oleh AGK karena didorong oleh rasa iba terhadap orang susah yang butuh bantuan biaya berobat, uang sebanyak itu dimintakan ke sejumlah pejabat dan pihak swasta yang oleh KPK sebagai tindakan gratifikasi, suap dan TPPU.
Sadis ! Terbukti, Uang Rp.3,4 milyar itu digunakan WT dan istri sirinya untuk pembelian lahan, membangun rumah, belanja 2 unit mobil mewah, perhiasan emas, biaya perawatan kecantikan, belanja meubuler dll.Beruntung KPK telah menyita properti -properti itu sebagai barang bukti.
Setali tiga uang, modus yang sama diduga diperankan ajudan HL, RI, ZK dan tidak menutup kemungkinan orang dekat baik ajudan dan staf sespri lainya.Lihat saja pernyataan saksi WT di persidangan “yang lain juga bikin bagitu jadi saya juga bikin”.
Apa yang diungkapkan WT seperti juga menjadi kecurigaan pihak keluarga bahwa ada aroma orang tua mereka yakni AGK di tipu dan diperas dengan beragam dalih diantaranya bantuan berobat dan belanja tiket dll.
Fakta persidangan pada kesaksian HL (ajudan), RI dan ZK berdasarkan kesaksian Kadri La Ece mengkomfirmasi kecurigaan itu.
HLyang saat kesaksiaannya dengan tegas menapik dia tidak pernah memanfaatkan kedekatan dengan Gubernur AGK dengan melawan hukim ternyata tak berkutik ketika JPU membuka bukti jejak digital bahwa dia menggunakan sejumlah transferan uang dari pejabat untuk AGK guna belanja kebutuhan material bangunan rumah pribadinnya.
Demikian dengan RI yang oleh saksi Kadri La Ece meminta uang sampai Rp.140.000.000 untuk kebutuhan pembangunan rumah pribadi dan kebutuhan lainya.Ramadhan memang membantah bahwa uang itu atas permintaan terdakwa AGK namun Kadri La Ece ngotot itu murni melayani permintaan pribadi Ramadhan Ibrahim.
Hal yang sama oleh Kadri La Ece kepada ZK, ajudan AGK transfer yakni uang Rp.100.000.000 ke reqening Zaldi Kasuba.
Apakah modus yang sama dilakukan pihak terdekat AGK lainya, kita masih harus menunggu perkembangan proses sidang selanjutnya.Rp.106 milyar uang yang mengalir apakah murni permintaan dan bernar diterima terdakawa AGK dari para ajudan seperti RI, HL, ZL, RT dan FA masih harus dibuktikan.
Kita belum tahu bagaimana sikap mantan Gubernur AGK atas semua kesaksian saksi-saksi yang semuanya menunjuk nya.Dunia belum kiamat jika AGK mengungungkapkan bahwa uang-uang yang katanya atas permintaanya tidak sebesar itu yang dia terima dan uang dari para pejabat adalah agar dia tidak menon jobkan mereka.
Tengok pernyataan AGK di persidangan rabu kemarin dan kamis hari ini “saya tahu fee proyek itu haram jadi saya hanya minta ke mereka kalau sudah rampung pekerjaan proyek dan ada untung biaa bantu saya lagi, ”
AGK juga menyatakan “anak istrinya tidak mencampuri urusan jabatan dan proyek, apa yang dipunyai keluarganya adalah hasil kredit bank”
Apa yang menimpa mantan Gubernur AGK patut menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terutama Gubernur dan seluruh kepala daerah serta para pejabat dan stafnya.
Pertama, prilaku pejabat apapun polanya bisa dideteksi KPK, perkembangan proses hukumnya pasti terungkap, Ke dua, memimpin lah dengan sistim, taatlah pada aturan yang berlaku, jangan mengandalkan baik hati dalam praktek kepemimpinan karena bisa membuka pintu moral hazard lainya, ke tiga, jangan mudah percaya kepada orang dekat, ajudan dan para staf, bangun hubungan kerja lah dengan profesional berdasarkan mekanisme yang berlaku.(•••)