Thursday, 26 December 2024

Bocor Alus : Street Story Kasus AGK

-

Street Story artinya cerita jalanan yang pada tajuk ini dirangkum dari cerita jalanan seputar kasus yang mendera AGK, mantan Gubernur Maluku utara.

Kontroversi tak bisa dielakan dari cerita kasus gratifikasi, suap dan TPPU yang menjerat AGK.Sebab pro kontra senantiasa mewarnai wacana publik 2 bulan terakhir sejak AGK di OTT KPK.

Publik terbelah dengan pretensinya dan argumentasi masing-masing.
Sebelum masuk ke sana, mari kita simak pengertian hukum dari kasus gratifikasi, suap dan TPPU.

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Contoh gratifikasi yaitu pemberian komisi, diskon, fasilitas wisata, pengobatan gratis, dan pinjaman tanpa bunga. Pemberiannya dapat dilakukan sendiri atau melalui perantara. Tindakan yang mengacu pada gratifikasi dapat dianggap sebagai tindakan pidana.

Sedangkan Suap Dalam terminologi hukum, suap didefinisikan sebagai “pemberian atau janji kepada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya,” demikian dikutip dalam buku Delik-Delik Korupsi (2020) karya Mahrus Ali dan Deni Setya Bagus Yuherawan.

Contoh suap antar pegawai misalnya seperti memberikan barang demi kenaikan pangkat atau jabatan. Sedangkan suap pihak luar dengan pegawai misalnya perusahaan swasta memberikan sejumlah uang kepada pegawai pemerintah agar dipilih menjadi tender.

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau money laundrying merupakan tindak kejahatan yang sangat terkait dengan tindak pidana korupsi. Para pelaku korupsi menggunakan TPPU untuk menyembunyikan hasil kejahatan mereka dan untuk menghindari kecurigaan para aparat penegak hukum.

Terlepas dari pengertian Gratifikasi, Suap dan TPPU diatas, publik nampak memiliki pemahaman tersendiri terkait kasus yang menimpali AGK.Ramai dan umum terutama bagi yang kontra AGK, mereka menilai AGK layaknya para koruptor yang melakukan korupsi terhadap dana APBD yang melekat pada proyek atau dana rutin lainya yang melekat pada jabatan Gubernur.

Tapi substansi nya bukan itu.Yang terjadi adalah AGK meminta dan menerima uang pribadi dari para pejabat dan pihak swasta.Mereka umumnya menyumbang untuk kebutuhan biaya pengobatan SGK sendiri dan masyarakat kurang mampu yang membutuhkan.

Total sangkaan kepada AGK Rp.108 milyar yang dari jumlah itu untuk suap tidak sampai 10 milyar dan Rp.90 mioyar lebih adalah gratifikasi yang bersumber dari duit pribadi pejabat, ASN dan pihak swasta.

Gratifikasi dan suap meskipun bukan korupai dalam bentuk mengambil secara tidak sah keuangan negara namun tetap saja dalam pengertian hukum sebagai praktek korupsi.Sebab korupsi sendiri pengertiannya hakikinya adalah perbuatan penyalahgunaan kewenangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, definisi korupsi merujuk pada beberapa jenis di antaranya tindakan kerugian keuangan pada negara, suap-menyuap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, pembentukan kepentingan dalam hal pengadaan, dan gratifikasi.

Jelas bahwa ada pengklasifikasian pengertian tentang korupsi.

Kasus korupsi dalam bentuk gratifikasi, suap dan TPPU oleh publik adalah kasus yang umum terjadi dalam birokrasi pemerintahan.

Ada ungkapan “pejabat dan birokrat siapa di negeri ini yang tidak melakukan praktek gratifikasi dan suap jabatan dan sebagaian hasilnya digunakan untuk membangun properti yang mewah-mewah sih”.

Publik mencurigai hal itu dari para pejabat tinggi dan rendahan yang memiliki properti yang wah padahal gaji dan tunjangan mereka nyatis tak bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Masyarakat dalam menilai kasus yang menimpa AGK jika diterapkan secara adil maka nyaris seluruh pejabat di negeri ini bisa penuh sesak di penjara karen terpidana.

”ini kalau hukum tegak se adilnya, pejabat yang ada negeri ini sudah penuh di penghuni hotel prodeo”celetuk sumber media ini.

Sedemikian pula kasus keterlibatan perempuan dilingkaran pejabat dinilai publik sebagai rahasia umum.Pejabat daerah baik Eksekutiv dan legislatif yang ke jakarta konon tak lepas dari urusan cuci mata dan cuci-cuci yang lainya.

Salah satu mantan Gubernur Malut daam sebuah kesempatan upacara menyampaikan “pejabat-pejabat ke jakarta hanya urusan ke diskotik dan perempuan saja tidak serius mengurus kepentingan daerah”.

”Urusan pejabat dan perempuan itu ibarat dua sisi mata uang dalam praktek kekuasaan di Indonesia bukan cerita mantan Gubernur Malut AGK semata”tandas sumber ini.

Jadi jangan terlampau tepuk tangan atau menunjuk jari telunjuk ke wajah AGK karena tak sadar, 4 jari serang menunjuk balik ke arah anda, simpul dia,

Namun AGK itu ulama loh.Iya tapi cerita perempuan yang diungkap saksi atas nama Eliya Bachmid juga belum berakhir, masih ada sesu sidang saksi selanjutnya mmengkomfrontir Eliya vs AGK untuk diuji apakah kesaksian Eliya benar adanya ataukah seperti dicurigai pihak keluarga hanya alasan untuk menyelamatkan diri semata, wallahualam bisaawab.

Apapun itu, kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintahan daerah di Indonesia.Pemerintahan darrah baik Eksekutiv dan legislati sudah waktunya merestruridasi baik kelembagaan dan mindset bahwa pemerintahan darrah hadir untuk melayani rakyat bukan melayani nafsu birahi pribadi.

Penegak hukum mulai kepolisian, kejaksaan, KPK dan peradilan sudah waktunya berdiri tegak diatas sistem hukum yang berlaku sehingga berefek jera terhadap penyelenggaraan negara yang bebas dan beraih dari KKN.

KPK misanya jangan terlampau fokus pada urusan yang sifatnya karatitive alias penegakan hukum semata tetapi serius pada fungsi pencegahan baik melalui oreantasi dan turut serta dalam pembangunan siatem penyelenggaraan negara yang bebas KKN.

All !Tegakkanlah hukum walau langit akan runtuh(****)