Saya ingin goreskan beberapa TITIK-TITIK KISAR dari kehidupan saya, yang bersentuhan dengan beliau. Titik-titik kisar ini (Istilah Buya Syafi Ma’arif) tidak akan mungkin saya lupakan, dan bagi saya adalah sebuah “hutang moril” saya kepada beliau. Karena itu, tulisan ini adalah sebuah dedikasi sekaligus penghormatan terakhir saya pada beliau.
Pertama, Ketika awal masuk di fakultas dakwah, salah satu yang menjadi daya tariknya adalah karena sosoknya. Saat itu beliau adalah “bintang” di fakultas dakwah, bahkan ditingkat Institut (saat ini UIN AM). Sosok muda, berkharisma, cerdas dan “memori kolektif” generasi anggkatan itu adalah langgam ceramah beliau yang begitu mirip KH. Zainuddin Mz, dengan tingkat prepesisi yang sangat tipis.
Kedua, Beliau jugalah yang membuat saya tertarik mengikuti kaderisasi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiya (IMM). Sebuah organisasi ekstra universiter selain HMI dan PMII. Melalui oraganisasi ini semakin mendekatkan saya dengan-nya. Tahun 90-an, Ujas (Usman Jasad) adalah “idola” para mahasiswa seangkatan saya. Ada “sejuta pesona” yang terpancar dari Ujas. Mulai dari kelembutannya, gaya komunkasi yang memukau pada setiap penampilannya, hingga wawasannya yang luas.
Ketiga, Saat Sahabat saya ‘Muhammad Arif’ membidani lahirnya lembaga Ikatan Pencinta Retorika Indonesia (IPRI). Perkumpulan ini menghimpun para mahasiswa peminat retorika. IPRI akhirnya terbentuk dan secara aklamasi menunjuk Mustaqim (sosok yang ide, gagasan bahkan fisik mirip Ujas) sebagai ketua, dan saya didapuk sebagai sekretaris mendampinginya. Posisi Usman Jasad di IPRI sebagai pembina atau pengasuh. Melaui IPRI , kami semakin intens dan dekat dengan Beliau. Ada banyak kegiatan yang kami lakukan seperti pelatihan dan lomba pidato antar Mahsiswa.
Keempat, Ketika beliau sebagai “Ketua Umum Senat” Mahasiwa Institut (SMI) IAIN Alauadin Makasaar (UIN AM saat ini). Saat terjadi suksesi pengurusan baru SMI di Malino. Dinamika musyawarah begitu keras dan tajam. laporan pertanggung jawaban beliau ditolak, yang berujung pada “pemecatan” dirinya. Belakangan saya ketahui bahwa, itu sudah menjadi bagian yang telah “disetting” oleh teman-teman dari kelompok yang berbeda.
Forum saat itu “chaos dan deadlock” pengurus baru gagal terpilih dan masalahnya berlarut-larut, yang mengharuskan Pembantu Rektor 3 (Warek 3) Dr.Aminuddin Raja harus turun tangan. Jika dikemudian hari Ujas dikenal sebagai seorang organisatoris yang piawai, karena beliau memang ditempa.
Dalam jenjang organisasi intra kampus, beliau pernah menjabat sebai ketua Senat Fakultas (SMF) Dakwah dan selanjut terplih memimpin Senat Fakultas Institut (SMI). Di sinilah saya melihat bahwa sosok UJAS benar-benar matang ditempa oleh keadaan.
Kelima, Saat beliau lulus “Comlaude” ditingkat Institut (antar fakultas) sebuah persembahan untuk fakultas-nya dan menjadi kebanggaan sifitas fakultas dakwah. Pidato beliau dalam momentum wisuda saat itu adalah “pidato terbaik” yang pernah saya dengar. Belakangan prestasi ini diikuti oleh Saudara A.Hakkar jaya, dan Siti Nasiba (teman seangkatan) yang saat ini menjadi penyuluh agama di Jakarta.