Di level organisasi politik malah lebih buruk lagi. Dana untuk bantuan sosial bagi penerima yang terdampak efek pendemi itu, dikorupsi secara membabi buta dan diluar nalar kemanusiaan oleh kader sebuah partai politik besar yang juga adalah seorang menteri terkait. Saya masih ingat, pengamat Ubeidillah Badrun bahkan menyebut bahwa ini adalah kejahatan korupsi paling jahat sepanjang sejarah karena mengambil bantuan sosial yang seharusnya untuk orang miskin. Dan itu masih menyisakan misteri hingga saat ini.
Tak banyak bahkan mungkin hanya satu-satunya peristiwa memalukan di belahan bumi ini, seorang menteri lainnya yang mengurusi urusan agama tapi terjerat kasus hukum yang berkaitan dengan soal belanja kitab suci agama, yang didalam kitab suci itu, kita diperintahkan Tuhan untuk berbuat baik. Mungkin hanya ada di negeri ini. Politik, kata Mark Twain adalah satu-satunya profesi yang memungkinkan anda untuk berbohong, mencuri, menipu dan tetap dihormati.
Tetapi banyak juga kisah orang-orang yang “tahu batas”, pejabat pemerintahan hingga politisi dan pengusaha. Tahu batas untuk tak merampas dan meraup untung dalam segala situasi bagi pribadi dan kelompok kepentingannya. Dia tahu batas kepentingannya disetiap situasi. Tidak memanfaatkan kewenangan baru dilevel yang berbeda untuk saling mengarsir dengan kepentingan sebelumnya.
Ada kepala daerah yang ketika terpilih, dia menjadi “orang tua” untuk seluruh warganya, yang memilihnya maupun yang tidak. Distribusi sumber daya dan kebijkan yang bersumber dari APBD terbagi relatif merata. Tetapi banyak juga yang menjadi pengasuh kelompok kepentingannya, cenderung melayani kelompok yang memilihnya saja.
Ada pengusaha yang ketika terpilih menjadi kepala daerah, usahanya digantikan orang lain hingga berakhir periodenya. Ada politisi yang juga begitu. Mereka tahu nilai kepantasan dan bermental negarawan, tidak asal seruduk.