Di ruang tunggu (waiting room) saya sering tergelak dan mengamati setiap orang sibuk dengan urusan dirinya, ada yang sibuk selfi ambil foto, ada tingkah laku bocah-bocah kecil yang lucu, ada group rombongan, mereka saling menjaga dan membantu., ada yang tiduran, bahkan ada yang baca novel atau buku.
Tapi, apapun kesibukannya, yang pasti di tangan penumpang ada boarding pass, sehingga setiap orag telah mengetahui jam keberangkatan yang sudah dinanti-nantikan.
Umat manusia jika dianalogikan ibarat penumpang pesawat, dan yang tengah kita tunggu adalah kedatangan pesawat? kita semua tengah berada di ruang tunggu, hanya saja yang memegang boarding pass adalah IZRAIL.
Ada refleksi diri menatap perjalanan dunia yang tengah saya jalani hingga seusia 50 tahun ini, dan juga perjalanan ke akhirat yang saya jejaki mendekati jam dan tanggal terbang yang boarding pass-nya di tangan MALAIKAT IZRAIL.
—-000—
Di dalam pesawat ketika menatap raut muka para penumpang sering muncul pertanyaan eksistensial, tapi tidak dapat jawabannya.
Mau ke mana tujuan mereka? bagaimana suasana batin serta apa yang mereka pikirkan? Bahagiakah hidup mereka? apa peran, posisi dan jabatan mereka dalam masyarakatnya dan sekian pertanyaan yg muncul begitu saja.
Dan inilah narasi indah yang saya pinjam dari Prof.Dr. Komarudin Hidayat, yang dikenal sebagai “Pakar Psikologi Kematian” dan juga mantan Rektor UIN Jakarta dan Rektor UII ( Universitas Islam International Indonesia) itu memyebutkan ” Dunia ini kadagkala tampil bagaikan ibarat airport. kita sama-sama berada di ruang tunggu (waiting room) menunggu jam keberangkatan (take off) menaiki pesawat yang rute perjalanannya melewati batas dunia, namun kita mesti masuk dulu melewati pintu kematian (mortality gate)”.
Saya berserah diri penuh tawakkal, semoga ketika suatu saat ajalku sudah dekat, saya merasa ANTUSIAS menjemputnya sebagaimana ketika hendak masuk pesawat terbang.
—-000—-