Dus, tidak ada kepentingan Presiden Prabowo Subianto untuk menyingkirkan Lembong dari panggung politik. Lembong bukan tokoh popular dari komunitas agama minoritas yang berpotensi menjadi lawan Prabowo pada pilpres 2029. Lagi pula, bukan timing-nya untuk membuat keributan di masyarakat di awal pemerintahan Prabowo-Gibran yang legitimasinya dipertanyakan lantaran dihasilkan oleh pemilu curang. Prabowo sendiri menginginkan stabilitas.Yang perlu juga digarisbawahi, meskipun mengaku Jokowi sebagai guru politiknya, politisasi hukum untuk memukul lawan bukan prototype Prabowo.
Ini lebih menunjukkan ciri khas Jokowi. Ia dikenal sebagai authoritarian legalism atau pemimpin otoriter yang mendasarkan kekuasaannya pada rekayasa hukum.
Mengingat Jokowi masih berkuasa di pemerintahan Prabowo-Gibran melalui penempatan para loyalisnya di berbagai kementerian dan lembaga-lembaga strategis, termasuk di Kejaksaan Agung, maka bukan tidak mungkin isu Lembong merupakan manuver Jokowi untuk mendelegitimasi pemerintahan.
Mengapa Lembong yang dipilih sebagai korban? Dan apa motifnya?Jokowi tahu Lembong adalah tokoh yang berintegritas dan Luhut serta Bahlil yang sekarang masih duduk di pemerintahan membencinya. Karena itu, menjadikan Lembong sebagai koruptor akan membawa publik pada asumsi bahwa pelakunya adalah pemerintah. Motifnya adalah mendelegitimasi dan pembusukan rezim Prabowo. Jokowi menggunakan Kejaksaan Agung karena Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah loyalisnya dengan rekam jejak yang tidak baik. Pada 2020, Indonesia Corruption Watch mendesak Jokowo memecatnya karena tidak becus memimpin lembaganya dalam penanganan perkara.
Dus, ST Burhanuddin adalah pasien komorbid Jokowi yang bisa disuruh-suruh demi menyelamatkan dirinya. Memanfaatkan orang-orang bermasalah untuk melayani kepentingan diri dan keluarganyanya adalah model berpikir Jokowi.