Wednesday, 5 February 2025

(ANTARA) MADINAH – ISTAMBUL

-


Oleh : M.Guntur Alting

Rindu kami padamuu ya rasul
rindu tiada terperi
berabad jarak darimu ya rasul
serasa dikau di sini

cinta ikhlasmu pada manusia
bagai cahaya suarga
dapatkah kami membalas cintamu
secara bersahaja” . ( Bimbo—karya:Taufik Ismail
)

Petikan syair lagu tersebut, dipopuperkan Bimbo, karya penyair Taufik Ismail. Begitu lekat di hati kami, saat memasuki kota Madinah. Lagu ini jika didengar dengan penuh penghayatan membuat “air mata berlinang”. Sambil bergumam “Ya Allah, kami bukan penduduk Makkah, Kami bukan penduduk Madinah. Tapi kerinduan kami terhadap Nabi, mengantar kami sampai di Kota ini, ingin berjampa dengan kekasih-MU”. Inilah salah satu doa yang kami panjatkan saat meninggalkan rumah.
Akhirnya, Rabu 8 Januari 2024. Pukul 03.00 dini hari, kami menuju ke Bandara Internasional Madinah, Kami diantar oleh mobil hotel, yang sehari sebelumnya diminta oleh Pak Thomas pada pihak hotel.
Saat mobil bergerak, kembali saya izin, sampaikan untuk sama-sama mengucapkan salam perpisahan pada Rasullah, “Jika kemarin meninggalkan Makkah” kata saya. “Anjurannya adalah tawaf wada/perpisahan, maka saat ini, meninggalkan Madinah, ada ziarah perpisahan. Sekalipun istilah ini tak ditemukan dalam tuntunan umrah. Ini hanya adab pada Rasullah, “ibarat datang minta izin, maka pulang pun harus pamit”. Demikian penjelasan singkat.
Kami pun sama-sama mengucapkan salam “Assalamu alaika ya Rasullah,assalamualaika ya Nabiullah, asssalamu alaika ya Habiballah, assalamu Alaika ya Syafwatullah warahmatullahi wabaraakatuh. Shallaulahu a’ala Muhammad, shallaulahu a’alaihi washallim 3x ” (dst..).

Ucapan ini kami lantunkan dengan suara yang “lirih dan sendu”, ketika di arah kanan terlihat payung mesjid Nabawi. Suara kami “bergetar”, suasana sedih dan haru menyelimuti karena akan meninggalkan tanah Madinah.

Sejenak, kembali kami, hadirkan Rasullah, ingat akan jasa-jasanya. Karena Beliau, kita mengenal Allah, karena beliau kita mengenal Islam dan karena beliau kita mengenal manisnya iman.Kami-pun berdoa, semoga Allah masih memberikan usia, rezeki dan kesehatan untuk kembali lagi menziarahi Rasullah, dan semoga kali berikutnya kami datang lengkap bersama keluarga dan anak-anak kami.

Malam itu, mobil bergerak dengan kecepatan normal, sang sopir adalah laki-laki Arab yang usianya terbilang sepuh. Saya sendiri masih mekantunkan shalawat, dan masih diikuti Pak Tomas, Irma dan Dina.
Saya duduk di depan, samping sopir. Tidak ada percakapan yang terjadi. Seolah-olah sang sopir merasakan suasana hati kami, tiba-tiba Ia menyetel murottal Al-quran. Alunan Suara itu begitu “sahdu dan nikmat”, di tengah keheningan malam mengiringi perjalananan kami meninggalkan kota ini.
Ada suasana kebatinan kami yang tidak bisa dilukiskan malam itu. Kami larut di dalam bacaan. Terbetik di hati saya, “ suara Imam siapa ini? Irama lagunya khas sekali, dan sepertinya baru saya dengar.
-000-