Dengan demikian, sejarah perjuangan Indonesia harus ditulis ulang dengan melucuti kepahlawanan para tokoh itu sehingga Moeljono dan Fufufafa bisa berdiri sejajar dengan mereka tanpa menganggu akal budi kita.
Kembali ke realitas politik kita saat ini. Sepanjang potret Fufufafa akan digantung di semua lembaga negara, kantor-kantor, markas parpol-parpol, rumah-rumah penduduk, dan konsulat-konsulat kita di seluruh dunia, maka kita akan terus diingatkan oleh kemunduran bangsa di semua aspek kehidupan bernegara. Toh, Fufufafa menjadi simbol dari semua itu. Sanggupkah kita melihat orang-orang terpelajar, pejabat, dan ulama ruku’ di hadapan anak ingusan ini?
Fufufafa akan selamanya menjadi beban bangsa ini. Kehadirannya di publik akan menyiksa mental kita, yang harus kita hadapi tanpa kita tahu cara yang tepat untuk bersikap kepadanya. Depresi kita akan lenyap dengan sendirinya bila kita mampu menyingkirkan Fufufafa dari kehidupan kita sehari-hari.
Para pakar tatanegara melihat ada beberapa pintu masuk untuk menyingkirkan benalu ini berdasarkan konstitusi. Di antaranya, melalui perbuatan tercela yang dilakukan Fufufafa. Ia melecehkan dan mempermalukan banyak orang, termasuk presiden ke-6 Soesilo Bambang Yoedhoyono.
Tak kurang serius, ia mengolok-olok presiden terpilih Prabowo Subianto bersama keluarga dengan cara yang tidak elok. Pintu masuk lain adalah tindakan KKN sebagaimana yang dikatakan intelektual Rocky Gerung dan telah dilaporkan ke KPK oleh dosen UNJ Ubaidillah Badrun.
Apakah instrumen-instrumen konstitusional ini akan dimanfaatkan rakyat dan pihak-pihak yang berwenang untuk mengembalikan marwah Indonesia sebagai bangsa pejuang? Semua terserah kepada Anda.Tapi perlu diingat bahwa posisi Fufufafa sebagai wapres akan dicatat sejarah sebagai kesalahan kita semua, sebagai ironi bangsa yang sejarah pun malu untuk mencatatnya.
Tangsel, 26 September 2024