Thursday, 5 December 2024

RAPBN 2025 Menjebak Pemerintahan Prabowo

-

Sisi pendapatan negara, yang diasumsikan mencapai 2.996,9 Triliun atau 10,64% dari PDB masih jauh dibawah rata-rata negara-negara G20 dan negara tetangga, secara khususukonstribusi PPH 21 untuk orang pribadi lebih rendah dari rata-rata PPh orang peribadi di G20 dan Asean, sedangkan PPndengan kebijakan pemberian insentif bagi hilirisas di sektorpertambangan, makin menguranggi ruang fiscal untuk meningkatkan pendapatan negara ditengah membaiknya hargakomoditas di sektor pertambangan dan kebutuhan mengalihankebutuhan kendaraan Listrik dunia yang cenderung meningkatakan makin mendorong investor untuk berinvestasi di sektorpertambangan, sehingga tanoa pemberian insentif perpajakanakan meningkat investasi di sektor pertambangan.

Laju pertumbuhan sektor pertambangan yang memberikan input bagi pertumbuhan manufaktur sektor pertambangan tidak secarasignifikan memberikan dampak bagi peningkatan pendapatannegara dari sektor pertambangan, sehingga di perlukan kajiulang atas kebijakan hilirisasi dari sisi fiskal terhadap sektorpertambangan dan industry pertambangan.

Dari sisi belanja dengan asumsi belanja mencapai 3.613,1 triliun, terjadi penumpukan belanja pada Belanja Buga Utang, belanja barang dan jasa dan belanja lain-lain, sedangkan belanjamodal pada kisaran 10% dari total belanja APBN berdampakrendah pembentukan PMTDB pada PDB, akibatnya pelebaranICOR Indonesia dari efisensi investasi sulit teratasi dari polakebijakan fikal ang rendah dalam mendorong PMTDB untuk perekonomian.

Ditengarai penumpukan belanja barang dan jasa yang dominanpada Kementerian yang dipimpin para politisi menjadi sumberrendahnya spending pemerintah dalam meningkatkanproduktivitas perekonomian dari sisi fiscal, sehinggaPemerintahan Prabowo perlu mempertimbangkan skema koalisipartai politik yang tidak membebani fiscal dari instrument APBN yang terkelola oleh partai politik.

Dibutuhkan rumusan kebijakan pembiayaan partai politikmelalui APBN untuk mengurangi Tingkat kecurangan (fraud) bagi fiscal nasional, untuk menjamin keberlanjuta fiscal dan memanfaatkan fiscal sebagai misin pendorong pertumbuhanyang bertumpu pada belanja modal di Tengah keterbatasaninfrastruktur investasi.